DIAM ADALAH KEBUN KEDUSTAAN

0 comments

Kebijakan-kebijkanmu bagaikan gunung berapi

Kau letakkan di atas pundak kami

Yang sampai hari ini kau anggap kurcaci

Lemah tak berdaya dan mati


Tapi ingatanmu tanpa nada, sepi

Bahwa kami bisa bersatu dan menjadi raksasa

Yang akan mengangkat menghepaskannya

Tepat di ulu hatimu


Diskusi debat rapatmu bak kembaran kereta api

Berjalan lambat pada satu jalan rel ketidak adilan

Bising gaduh berisik

Memusingkan kepala memecahkan telinga melenyapkan hati


Pikiranmu tak berubah dalam topan anggapan

Bahwa kami krikil-krikil rel, diam membisu

Tapi ingatanmu hilang

Bahwa kami bisa bersatu dan menjadi gunungan batu besar

Yang bisa menghentikan lajumu


Kekuasaanmu printan istana megah di hutan rimba

Yang menebang habis isinya demi keindahan dan kelanggenganmu

Dari ujung kaki sampai ujung rambutmu tak tergoyahkan

Menganggap kami pohon perusak tak berdaya


Kelupaanmu abadi dalam tsunami

Bahwa akar-akar kami telah menyatu dengan tembok kekuasaanmu

Yang kelak akan membesar dan merobohkannya


Sodaraku …….Hari ini kita menonton para pemimpin kita

Beserta antek-anteknya sukses meng-eratkan

Keteguhan luar biasa


Tapi keteguhan dalam perjalanan ke arah yang sesat

Mereka mencoba merebut hati rakyat dengan cara demikian

Tapi terlupakan oleh mereka

Bahwa itulah jalan tercepat mempelancar jalan mereka menuju neraka dunia



Ooiii……… Dimanakah akhir detik ini

Kalau berkuasa ingin rasanya ku tarik kiamat untuk datang lebih awal

Agar mengakhiri semua penderitaan ini

Inilah kemustahilan yang nyata


Biarlah……….biarlah……

Biarlah ku kubiarkan semua amarahku

Bersemayam dalam genangan tuak

Tapi ku tak bisa membiarkan luka rakyat

Menginap dalam rumah puisiku


Ada apa aku ini

Si apa aku ini

Apakah aku pemakan tanah kuburan pertiwi yang belum mati

Apakah aku si dungu pengikut penya’ir-penya’ir gila

Apakah aku jupiter yang tak mampu menampung duka rakyat

Apakah umat muhammad atau apa


Ada apa aku ini

Sudah benarkah ocehan ku ini

Hatiku di pejali dengan harapan semoga aku salah

Tapi harapanku tak ubahnya angin dalam kwaci yang kosong



Malam semakin menjauh Tapi mataku membintang

Tertuju pada sebuah buku tebal

Bersampulkan burung gagah perkasa


Ku buka…ku baca…ku baca…

Sampai akhir halaman kami bertatapan

Hingga bumi mengecil…mengecil…hilang.


Rembulan dan sang surya berlomba lari

Menjauh dan mendekat pada merdunya alunan musik ayam jantan

Yang menggoda kuping hingga aku dan aku...


Terbangun dari tidur yang memang tak lelap

Seakan rombongan matahari menyengat

Membakar hatiku sampai mendidih sangat


Kembali apa yang ku baca sebelum ku matikan mataku teringat

Tentang indahnya undang-undang

Alangkah wahnya keputusan-keputusan

Sungguh mulianya peraturan-peraturan

Elok nian kebijakan-kebijakan


Otakku berputar-putar berlari-lari

Berkeliling-keliling berkejaran-kejaran

Tapi pikiranku diam menggunung


Ini semua untuk siapa???


Apakah untuk mereka yang bediri tegak di pinggiran jalan

Menadahkan tangan sambil berkesenian

Atau untuk para gadis tujuh puluh tahunan

Turun dari gunung, malam jam tigaan

Menukar kayu-kayu kering dengan makan

Atau untuk para buruh sang pembangun yang dirobohkan

Atau untuk para tani sang pemberi makan yang dilaparkan

Atau untuk jutaan anak tak berpendidikan

Atau untuk mereka yang selalu di telanjangi dalam bugil kemiskinan


Atau hanya untuk mereka semua ini

yang asik nongkrong Diatas megahnya kursi

di kelilingi seksinya para bidaduri-bidaduri

tiap detik mencuri nasi


hatiku meruih-ruih dengan satu kata

ini adalah kemungkaran


tapi yang punya Yad semakin mengeruh

yang punya Lisan hanya menyanyikan satu lagu

yang punya Qolb terus membatu


dan aku dan kita semoga cermin tak lagi pecah


Sumber: puisikritis.blogspot.com


Share this article :

Post a Comment

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. PAC Watumalang - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger